PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka . artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.

2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari thaharah?
2. Bagaimana bunyi dalil-dalil mengenai thaharah?
3. Apa saja macam-macam daripada thaharah?
4. Bagaimanakah tatacara dalam thaharah?

3.Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kependidikan Islam
2. Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai thaharah
3. Untuk memahami cara-cara bersuci yang dikehendaki oleh syari’at islam dan mempraktekkannya dalam menjalani ibadah sehari-hari.


THAHARAH

1. Pengertian Thaharah
Thaharah berdasarkan arti harfiah berarti bersih dan suci, sedangkan berdasarkan pengertian syara`, thaharah berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis, khususnya pada saat kita hendak shalat. Lebih jauh lagi, thaharah berarti mensucikan diri dan hati. Thaharah hukumnya wajib bagi setiap mukmin.
Allah swt berfirman :
“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, kemudian berilah peringatan !, dan agungkanlah Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu“. (QS. Al-Muddatstsir : 1-4).
Dan pada surat al- baqorah ayat 222:
artinya : “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang- orang yang mensucikan diri “ .
a.Air dan Macam Hukumnya
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih(suci dan mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah :
1. Air hujan,
2. Air sumur,
3. Air laut,
4. Air sungai,
5. Air salju,
6. Air telaga, dan
7. Air embun

“Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48)
Pembagian Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi empat bagian :
1. Air suci dan mensucikan, yaitu air muthlaq artinya air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh. Seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut,
2. Air suci dan dapat mensucikan, tetapi makhruh digunakan yaitu air musyammas ( air yang dipanaskan dengan matahari dalam bejana selain emas dan perak) .

Dari Aisyah, Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka Rasulullah Saw. Berkata padanya,” Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya air yang di jemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.” ( Riwayat Baihaqi )
3. Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti : Air musta’mal ( telah digunakan untuk bersuci ) menghilangkan hadats.
4. Air mutanajis yaitu air yang kena najis ( kemasukan najis ) sedang jumlahnya lebih dari dua kullah, maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Dua kullah sama dengan 216 liter, jika berbentuk bak maka besarnya 60 cm tinggi 60 cm.
b. Najis dan Alat Thaharah serta cara mensucikannya
Hal- hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).
Pembagian Jenis Najis
Najis terbagi menjadi tiga yaitu:
1) Najis Mukhaffafah :
Najis yang ringan yaitu air seni anak lak -laki di bawah umur dua tahun yang belum makan makanan kecuali air susu ibunya saja. Cara menyucikannya cukup dengan dipercikkan air saja pada bagian yang terkena najis tersebut.
2) Najis Mughallazah :
Najis yang berat yaitu anjing, babi dan keturinan kedua-duanya. Jika seseorang terkena anggota binatang tersebut dalam keadaan basah wajib disucikan dengan disamak. Cara menyucikannya ialah dengan dicuci tujuh kali dengan air mutlak dan salah satunya hendaklah dengan air tanah.

3) Najis Mutawassitah
Najis pertengahan yaitu selain najis mukhaffafah dan najis mughallazah. Cara menyucikannya jika ada ain, hendaklah dihilangkan ainnya itu dan segala sifatnya yaitu rasanya, baunya dan warnanya. Jika setelah dicuci didapati masih tidak hilang rasanya seperti kesat, hendaklah dicuci lagi hingga hilang rasa itu. Setelah itu jika tidak hilang juga, ia dimaafkan. Jika bau atau wama najis itu masih tidak hilang setelah dicuci dan digosok tiga kali, hukumnya adalah dimaafkan. Jika najis itu sudah tidak ada lagi ainnya dan tidak ada lagi sifatnya seperti air kencing yang sudah kering pada kain dan hilang sifatnya, cukuplah dengan dicucuri air pada tempat yang terkena najis itu (najis hukmi).
Adapun thaharah daripada najis dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Istinja, yaitu membasuh dubur dan qubul dari najis (kotoran) dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati kedudukan air dan batu, yang dilakukan setelah kita buang air.
• Memercikkan Air, yaitu memercikkan air ke bagian yang terkena najis kecil (mukhaffafah).
• Mencuci atau membasuh dengan air, yaitu dengan membasuh dengan air yang mengalir sampai pada bagian yang terkena najis sedang (mutawasithah) hilang tanda-tanda kenajisannya.
Menyamak,hal ini dilakukan untuk menyucikan diri dari najis berat.
Alat Thaharah
1). Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, berdasarkan dalil-dalil berikut.. Rasulullah saw. bersabda,“Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang sahih).
2) Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, ”…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
c. Mandi Wajib
Menurut lughat, mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat. . Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan air mani (31) atau bertemunya kedua persunatan (32) atau kamu hendak menghadiri shalat Jum'ah (33) atau kamu baru lepas dari haidl (34) atau nifas (35), maka hendaklah kamu mandi dan mulailah membasuh (mencuci) kedua tanganmu (36) dengan ikhlas niyatmu karena Tuhan Allah (37) lalu basuhlah (cucilah) kemaluanmu dengan tangan kirimu dan gosoklah tanganmu pada tanah atau apa yang menjadi gantinya (38) lalu berwudlulah sebagai yang tersebut di atas; kemudian ambillah air dan masukkanlah jari-jarimu pada pokok rambut dengan sedikit wangi-wangian (39), sesudah dilepaskan rambutnya (40). Dan mulailah pada sisi yang kanan (41), lalu tuangkan air ke atas kepalamu tiga kali, lalu ratakanlah atas badanmu semuanya (42), serta digosok (43), kemudian basuhlah (cucilah) kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan daripada yang kiri (44), dan janganlah berlebih-lebihan dalam menggunakan air (45)
Untuk kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini:
1. membaca basmalah serta niat
2. membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejana
3. bewudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi
4. menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
6. mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7. menyiram dan mengosok badan sebanyak- banyaknya tiga kali

d. Whudu’
Whudu’ Menurut lughat ( bahasa ), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat, kemudian membasuh muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki dengan air, untuk mensucikan diri kita dari hadats kecil.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

Hadits Rasulullah SAW
artinya : Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
Tata cara berwudhu’
Apabila kamu hendak berwudlu, maka bacalah :
"bismillahirrahmanirrahiem".(1) dengan mengikhlaskan niat karena Tuhan Allah (2) dan basuhlah telapak tanganmu tiga kali (3) gosoklah gigimu dengan kayu arok atau sesamanya (4), kemudian berkumurlah dan isaplah air dari telapak tangan sebelah dan berkumurlah; kamu kerjakan yang demikian tiga kali (5) dan sempurnakanlah dalam berkumur dan mengisap air itu, apabila kamu tidak sedang berpuasa (6); kemudian basuhlah mukamu tiga kali (7) dengan mengusap dua sudut matamu (8) dan lebihkanlah membasuhnya (9) dengan digosok (10) dan sela-selailah janmggutmu (11); kemudian basuhlah (cucilah) kedua tanganmu beserta kedua sikumu dengan digosok tiga kali (12) dan sela-selailah jari-jarimu (13), dengan melebihkan membasuh kedua tanganmu(14) mulai tangan kanan (15); lalu usaplah ubunmu dan atas surbanmu (16), dengan menjalankan kedua telapak tangan (17) dari ukung muka kepala sehingga tengkuk dan kembalikan lagi pada permulaan (18); kemudian usaplah kedua telingamu sebelah luarnya dengan dua ibu jari dan sebelah dalamnya dengan kedua telunjuk (19) lalu basuhlah kedua kakimu beserta kedua mata kaki dengan digosok tiga kali (20) dan sela-selailah jari-jari kakimu dengan melebihkan mambasuh keduanya (21) dan mulailah dari yang kanan (22) dan sempunakanlah membasuh kedua kaki itu (23). Kemudian ucapkan : " Asyhadu alla-Ila-ha illalla-h wahdahu la- syari-kalah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu- wa rasu-luh (24)
Wudhu dilakukan untuk menghilangkan hadats kecil ketika kita akan menunaikan shalat. Rasulullah saw menganjurkan ummatnya untuk selalu menjaga dan menyempurnakan wudhu-nya
Wudlu mempunyai keistimewaan, sebagaimana banyak hadits Rasulullah saw, di antaranya:
“Dan dari Anas ra, bahwa Rasululloh SAW bersabda:”Dengan perangai yg baik yg terdapat pada seorang laki2, Allah menyempurnakan segala amalnya dan dengan bersucinya untuk mengerjakan sholat, Allah menghapus dosa-dosanya, hingga bulatlah sholat itu menjadi pahala baginya.” (HR Abu Ya’la, Bazzar, dan Thabrani dalam Al Ausath)
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasululloh SAW bersabda:”Maukah aku tunjukkan padamu hal-hal dengan mana Allah menghapuskan dosa-doasa mu serta mengangkat derajatmu?” “Mau ya Rasululloh”,ujar mereka. “Menyempurnakan wudlu menghadapi segala kesusahan, dan sering melangkah mengunjungi masjid, serta menunggu sholat demi sholat. Nah, itulah dia perjuangan, perjuangan, sekali lagi perjuangan!” (HR Malik, Muslim, Turmudzi, dan Nasai)
2. Hukum Thaharah
a. Dalil Normatif Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

“Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim).
Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).


PENUTUP

1.Kesimpulan
Thaharah secara bahasa adalah bersih (nadlafah), suci (nazahah), terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Menurut istilah ahli fiqh, thaharah adalah `, thaharah berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis, khususnya pada saat kita hendak shalat. Hukum thaharah adalah wajib.
Thaharah wajib hukumnya berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi. Diantaranya : Q.S. 2,Al-Baqarah : 222, Al-ma’idah : 6, Al-Muddatstsir : 4, Dan beberapa dari hadits Nabi.
“Najis ada dua macam najis dengan kaitannya dengan cara membersihkannya, yaitu : Najis Mukhafaffah, Najis Mughallazah, dan Najis Mutawassitah.
Wudhu menjadi sah, jika dilakukan dengan memenuhi rukun-rukunnya wudhu, yaitu : Niat, Membasuh muka, membasuh tangan sampai dengan kedua sikut, mengusap kepala, membasuh kaki sampai dengan mata kaki, tertib : maksudnya adalah melaksanakannya, baik membasuh maupun mengusap anggota. Setiap mandi wajib maupun sunnah akan menjadi sah apabila dipenuhi rukun-rukunnya. Rukun-rukun mandi tersebut adalah : Niat, Membasuh seluruh anggota badan.

2.Saran
Dari beberapa penjelasan diatas ada saran yang ingin kami sampaikan, sebagai generasi islam yang turut menyumbang dalam pembangunan bangsa, sebaiknya kita memperhatikan dengan seksama masalah thaharah, karena karena itu kita dituntut untuk memahaminya agar praktik ibadah kita benar menurut ajaran syar’i.

DAFTAR PUSTAKA

Fatah,abdul Idris. 1990. ” Fiqh Islam Lengkap “. Rineka Cipta, Jakarta.
Sulaiman Rasjid, H. 1994.” Fiqih Islam’. Sinar Baru Algensindo.
Moh. Rifa’i, Drs.1976. ” Risalah Tuntunan Shalat Lengkap “. C.V. Toha Putra Semarang
http://4moslem.wordpress.com/2008/11/04/thaharah-dari-hadats-dan-najis/
http://anakciremai.blogspot.com/2008/05/fiqih-tentang-thaharah-bersuci_09.html
www.geocities.com
Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi ..

Category: | 0 Comments