BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Ketika membuat sebuah karangan kita dituntut memilih kata yang tepat dan selaras dalam pengunaanya agar pembaca dan juga penulis mudah memahami maksud yang diutarakan. Dalam hal ini pemahaman tentang diksi sangat berperan penting untuk tujuan tersebut.
Sehubungan dengan tujuan karangan tersebut, pemahaman tentang definisi jg penting karena, definisi adalah suatu pernyataan yang memberikan arti pada sebuah kata atau frase.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian diksi dan definisi ?
2. Apa Tujuan diksi dan definisi ?
3. Apa saja jenis-jenis diksi dan definisi ?

1.3 Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Bahasa Indonesia.
2. Untuk menambah wawasan penulis serta pembaca tentang diksi dan definisi.
3. Untuk memahami cara-cara pengunaan kata yang baik.



BAB II
DIKSI

2.1 Pengertian Diksi
Dalam KBBI ( Kamus Besar Bahasa Indonesia ) diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan.
Setiap kata memiliki makna tertentu untuk membuat gagasan yang ada dalam benak seseorang. Bahkan makna kata bisa saja “diubah” saat digunakan dalam kalimat yang berbeda. Hal ini mengisyaratkan bahwa makna kata yang sebenarnya akan diketahui saat digunakan dalam kalimat. Lebih dari itu, bisa saja menimbulkan dampak atau reaksi yang berbeda jika digunakan dalam kalimat yang berbeda.
Berdasarkan hal itu dapat dikatakan bahwa diksi memegang tema penting sebagai alat untuk mengungkapkan gagasan dengan mengharapkan efek agar sesuai.

2.2 Ketepatan dan Kesesuaian Penggunaan Diksi
Pemakaian kata mencakup dua masalah pokok, yakni pertama, masalah ketepatan memiliki kata untuk mengungkapkan sebuah gagasan atau ide. Kedua, masalah kesesuaian atau kecocokan dalam mempergunakan kata tersebut. Ketepatan makna kata bergantung pada kemampuan penulis mengetahui hubungan antara bentuk bahasa (kata) dengan referennya.
Agar dapat memilih kata-kata yang tepat, maka ada beberapa syarat yang harus diperhatikan berikut ini.
1) Kita harus bisa membedakan secara cermat kata-kata denitatif dan konotatif; bersinonim dan hampir bersinonim; kata-kata yang mirip dalam ejaannya, seperti : bawa-bawah, koorperasi-korporasi, interfensi-interferensi
2) Hindari kata-kata ciptaan sendiri atau mengutip kata-kata orang terkenal yang belum diterima di masyarakat.
3) Waspadalah dalam menggunaan kata-kata yang berakhiran asing atau bersufiks bahasa asing, seperti :Kultur-kultural, biologi-biologis, idiom-idiomatik, strategi-strategis, dan lain-lain
4) Kata-kata yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatik, seperti kata ingat harus ingat akan bukan ingat terhadap, membahayakan sesuatu bukan membahayakan bagi, takut akan bukan takut sesuatu.
5) Kita harus membedakan kata khusus dan kata umum.
6) Kita harus memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah dikenal.
7) Kita harus memperhatikan kelangsungan pilihan kata.
Makna kata itu banyak yang sama, tetapi penggunaanya tidak sama. Seperti kata penelitian, penyelidikan. Kata-kata tersebut bersinonim (mempunyai arti yang sama), tetapi tidak bisa ditempatkan dalam kalimat yang sama. Contoh :
Mahasiswa tingkat akhir harus mengadakan penelitian untuk membuat karya ilmiah sebagai tugas akhir dalam studinya.
Penyelidikan kasus penggelapan uang negara sudah dimulai.
Berdasarkan pengamatan saya situasi belajar di kelas A cukup kondusif.
Berdasarkan hasil penyidikan polisi, ditemukan fakta-fakta yang memperkuat dia menjadi tersangka.
Dari segi kesopanan, kata mati, meninggal, gugur, mangkat, wafat, dan pulang ke rahmatullah,dipilih berdasarkan jenis mahluk, tingkat sosial, dan waktu. Contoh : Kucing saya mati setelah makan ikan busuk; Ayahnya meninggal tadi malam;. Kita pernah mendengar orang berkata, “Setelah menjadi Islam dia rajin bersedekah”. Seharusnya, “Setelah masuk Islam dia rajin bersedekah”. Kalau mau menggunakan kata menjadi maka selanjutnya harus menggunakan kata muslim. Contoh, “Setelah menjadi muslim dia rajin bersedekah”. Islam adalah nama agama yang berarti lembaga, sedangkan muslim adalah orang yang beragama Islam. Kata menjadi dapat dipasangkan dengan orangnya dan kata masuk tepat dipasangkan dengan lembaganya.
Agar usaha mendayagunakan teknik penceritaan yang menarik lewat pilihan kata maka diksi yang baik harus :
1) Tepat memilih kata untuk mengungkapkan gagasan atau hal yang diamanatkan,
2) Untuk memilih tepat seorang pengarang harus mempunyai kemampuan untuk membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai dengan situasi dan nilai rasa pembacanya.
3) Pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya mungkin kalau ia menguasai sejumlah besar kosa kata (perbendaharaan kata) yang dimiliki masyarakat, serta mampu pula menggerakkan dan mendayagunakan kekayaannya itu menjadi jaring-jaring kalimat yang jelas dan efektif. Contoh-contoh pengunaan diksi dalam cerita fiktif misalnya penggunaan metafora, anafora, litotes, simile, personafikasi dan sebagainya.



BAB III
DEFINISI
3.1 Pengertian Definisi
Definisi adalah suatu pernyataan yang memberikan arti pada sebuah kata atau frase. Definisi adalah perumusan yang singkat, padat, jelas dan tepat yang menerangkan ‘apa sebenarnya suatu hal itu’ sehingga dapat dengan jelas dimengerti dan dibedakan dari semua hal lain. Maka definisi yang baik harus memenuhi syarat :
a) Merumuskan dengan jelas, lengkap dan singkat semua unsur pokok (isi) pengertian tertentu.
b) Yaitu unsur-unsur yang perlu dan cukup untuk mengetahui apa sebenarnya barang itu (tidak lebih dan tidak kurang).
c) Sehingga dengan jelas dapat dibedakan dari semua barang yang lain. Contoh : ayah = orang tua laki-laki
Dalam setiap definiens (Penjelasan yang menjelaskan sesuatu tersebut ) terbagi menjadi dua, yaitu :
a. genera (genus), dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah jenis,
b. differentia (difference), dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah sifat pembeda.
Jadi dalam mendefinisikan suatu kata adalah menganalisis jenis dan sifat pembeda yang dikandungnya. Dengan menggunakan contoh diatas, maka dapat kita lihat bahwa Ayah merupakan definiendum sedangkan orang tua laki-laki adalah definiens, yang bisa kita bedakan menjadi orang tua sebagai genera dan laki-laki sebagai differentia.

3.2 Tujuan Membuat Definisi
Dari penjelasan diatas jelaslah bahwa. Definisi mempunyai tujuan untuk menetukan batas suatu pengertian dengan tepat, jelas dan singkat. Maksudnya menentukan batas-batas pengertian tertentu sehingga jelas apa yang dimaksud, tidak kabur dan tidak dicampur adukkan dengan pengertian-pengertian lain.
Ada 5 tujuan membuat definisi, yaitu :
1. Menambah perbendaharaan kata
2. Menghilangkan kerancuan atau ambiguitas
Hal ini penting karena dengan menggunakan suatu kata yang rancu nantinya akan mengakibatkan argumen yang dikeluarkan juga menjadi rancu.
3. Memperjelas arti suatu kata
4. Menjelaskan secara teoritis
Definisi dibuat untuk menjelaskan teori yang didapat dari hasil penelitian yang telah dilakukan.
Contoh : H2O adalah unsur kimia untuk air
5. Mempengaruhi tingkah laku
Contoh : Kejujuran, adalah kelurusan hati, perbuatan baik. Dengan membaca kata kejujuran orang dapat dipengaruhi untuk menjadi orang jujur.
3.3 Jenis-jenis Definisi
Menurut Alex Lanur, Poespoprodjo dan Nicholas Rescher secara garis besar jenis definisi dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Definisi Nominal
Suatu jenis definisi yang baru sama sekali atau memberikan suatu arti baru pada kata yang sudah lama ada. Dan definisi ini merupakan suatu cara untuk menjelaskan sesuatu dengan menguraikan arti katanya. Contoh : Madrasah adalah sekolah agama bagi orang muslim.
Dalam Definisi Nominal dapat dinyatakan dalam 3 cara, yaitu :
a. Definisi dapat diuraikan dari asal-usulnya (etimologi), contoh : Filsafat, yaitu dari Philos yang berarti pencinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan jadi arti Filsafat adalah Pencinta Kebijaksanaan
b. Namun tidak semua bisa dilakukan dengan cara etimologi, maka supaya jelas definisi nominal ini harus dilengkapi keterangan tentang bagaimana definisi ini telah digunakan dalam masyarakat.
c. Dapat dinyatakan dengan menggunakan sinonim
2. Definisi Riil
Mendefinisikan kata yang sudah umum digunakan, biasanya yang terdapat dalam kamus bahasa. Definisi Riil dapat dibedakan dalam 4 jenis definisi, yaitu :
a. Definisi Hakiki, definisi yang sungguh-sungguh menyatakan hakekat sesuatu, atau suatu pengertian yang abstrak yang hanya mengandung unsur pokok yang sungguh-sungguh perlu untuk memahami suatu golongan yang tertentu dan untuk membedakannya dari semua golongan yang lain, sehingga sifat golongan itu tidak termasuk dalam hakekat sesuatu itu. Contoh : Burung Merpati dan Burung Layang dapat dibedakan
b. Definisi Deskriptif, definisi ini menggunakan ciri khas asesuatu yang akan didefinisikan. Ciri khas adalah ciri yang selalu dan tetap terdapat pada setiap benda yang tertentu, contoh : cinta kasih itu sabar, cinta kasih itu murah hati, tidak memegahkan diri, tidak angkuh, tidak lekas marah, tidak mementingkan diri sendiri, suka akan kebenaran.
c. Definisi Final atau definisi yang menunjukkan maksud dan tujuan sesuatu, contoh : arloji adalah suatu alat untuk menunjukkan waktu yang disusun sedemikian rupa sehingga dapat dimasukkan dalam saku atau diikat di lengan.
d. Definisi Kausalitas, yaitu definisi yang menunjukkan sebab akibat, contoh : gerhana bulan terjadi karena bumi berada diantara bulan dan matahari.

BAB VI
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Diksi diartikan sebagai pilihan kata yang tepat dan selaras dalam penggunaannya untuk mengungkapkan gagasan sehingga diperoleh efek tertentu seperti yang diharapkan. Dari pernyataan itu tampak bahwa penguasaan kata seseorang akan mempengaruhi kegiatan berbahasanya, termasuk saat yang bersangkutan membuat karangan. Diksi dalam kalimat adalah pilihan kata yang tepat untuk ditempatkan dalam kalimat sesuai makna, kesesuaian, kesopanan, dan bisa mewakili maksud atau gagasan.
Definisi adalah suatu pernyataan yang memberikan arti pada sebuah kata atau frase.

4.2 Saran
Dari penjelasan diatas ada saran yang ingin kami sampaikan, sebagai generasi islam yang turut menyumbang dalam pembangunan bangsa, sebaiknya kita memperhatikan dengan seksama masalah diksi dan definisi, karena pengunaan kata yang baik dapat mempermudah kita menyampaikan tujuan yang kita maksud dan juga agar praktik dakwah kita bisa mudah dipahami. Amin…

DAFTAR PUSTAKA


Departemen Pendidikan dan Kebudayaan .1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed. 2, cet. 8 , Balai Pustaka, Jakarta.

Lanur, Alex.1998. “ Logika Selayang Pandang ”. Kanisius, Yogyakarta.

Mundiri.1994. “ LOGIKA, ed. 1, cet. 1”. Rajawali Press, Jakarta.

W. Poespoprodjo, EK T Gilarso.1999.”Logika Ilmu Menalar : Dasar-dasar Berpikir Tertib, Logis, Kritis, Analitis, Dialektis, cet. 1”. Pustaka Grafika, Bandung,

http://staff.blog.ui.ac.id/arif51/2008/04/08/definisi/

http://pbsindonesia.fkip-uninus.org/media.php?module=detailmateri&id=63

Category: | 0 Comments

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Thaharah merupakan miftah (alat pembuka) pintu untuk memasuki ibadah shalat. Tanpa thaharah pintu tersebut tidak akan terbuka . artinya tanpa thaharah, ibadah shalat, baik yang fardhu maupun yang sunnah, tidak sah.
Karena fungsinya sebagai alat pembuka pintu shalat, maka setiap muslim yang akan melakukan shalat tidak saja harus mengerti thaharah melainkan juga harus mengetahui dan terampil melaksanakannya sehingga thaharahnya itu sendiri terhitung sah menurut ajaran ibadah syar’iah.

2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari thaharah?
2. Bagaimana bunyi dalil-dalil mengenai thaharah?
3. Apa saja macam-macam daripada thaharah?
4. Bagaimanakah tatacara dalam thaharah?

3.Tujuan
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Kependidikan Islam
2. Menambah wawasan penulis dan pembacanya mengenai thaharah
3. Untuk memahami cara-cara bersuci yang dikehendaki oleh syari’at islam dan mempraktekkannya dalam menjalani ibadah sehari-hari.


THAHARAH

1. Pengertian Thaharah
Thaharah berdasarkan arti harfiah berarti bersih dan suci, sedangkan berdasarkan pengertian syara`, thaharah berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis, khususnya pada saat kita hendak shalat. Lebih jauh lagi, thaharah berarti mensucikan diri dan hati. Thaharah hukumnya wajib bagi setiap mukmin.
Allah swt berfirman :
“Hai orang yang berselimut. Bangunlah, kemudian berilah peringatan !, dan agungkanlah Tuhanmu. Dan bersihkanlah pakaianmu“. (QS. Al-Muddatstsir : 1-4).
Dan pada surat al- baqorah ayat 222:
artinya : “ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang- orang yang mensucikan diri “ .
a.Air dan Macam Hukumnya
Air yang dapat dipakai bersuci ialah air yang bersih(suci dan mensucikan) yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang belum dipakai untuk bersuci.
Air yang suci dan mensucikan ialah :
1. Air hujan,
2. Air sumur,
3. Air laut,
4. Air sungai,
5. Air salju,
6. Air telaga, dan
7. Air embun

“Dan Kami turunkan dari langit air yang amat suci.” (Al-Furqan: 48)
Pembagian Air
Ditinjau dari segi hukumnya, air itu dapat dibagi empat bagian :
1. Air suci dan mensucikan, yaitu air muthlaq artinya air yang masih murni, dapat digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh. Seperti air sumur, air mata air, air lembah, air sungai, air salju, dan air laut,
2. Air suci dan dapat mensucikan, tetapi makhruh digunakan yaitu air musyammas ( air yang dipanaskan dengan matahari dalam bejana selain emas dan perak) .

Dari Aisyah, Sesungguhnya ia telah memanaskan air pada cahaya matahari, maka Rasulullah Saw. Berkata padanya,” Janganlah engkau berbuat demikian, ya Aisyah. Sesungguhnya air yang di jemur itu dapat menimbulkan penyakit sopak.” ( Riwayat Baihaqi )
3. Air suci tetapi tidak dapat mensucikan, seperti : Air musta’mal ( telah digunakan untuk bersuci ) menghilangkan hadats.
4. Air mutanajis yaitu air yang kena najis ( kemasukan najis ) sedang jumlahnya lebih dari dua kullah, maka air yang semacam ini tidak suci dan tidak dapat mensucikan. Dua kullah sama dengan 216 liter, jika berbentuk bak maka besarnya 60 cm tinggi 60 cm.
b. Najis dan Alat Thaharah serta cara mensucikannya
Hal- hal yang najis adalah setiap yang keluar dari dua lubang manusia, berupa tinja dan air kencing, atau mazi (lendir yang keluar dari kemaluan karena syahwat), atau wadi (cairan putih yang keluar selepas kencing), atau mani, air kencing, dan kotoran hewan yang dagingnya tidak boleh dimakan, darah, nanah, air muntahan yang telah berubah, bangkai dan organ tubuhnya kecuali kulitnya, karena jika disamak kulitnya menjadi suci. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap kulit yang sudah disamak, maka menjadi suci.” (HR Muslim).
Pembagian Jenis Najis
Najis terbagi menjadi tiga yaitu:
1) Najis Mukhaffafah :
Najis yang ringan yaitu air seni anak lak -laki di bawah umur dua tahun yang belum makan makanan kecuali air susu ibunya saja. Cara menyucikannya cukup dengan dipercikkan air saja pada bagian yang terkena najis tersebut.
2) Najis Mughallazah :
Najis yang berat yaitu anjing, babi dan keturinan kedua-duanya. Jika seseorang terkena anggota binatang tersebut dalam keadaan basah wajib disucikan dengan disamak. Cara menyucikannya ialah dengan dicuci tujuh kali dengan air mutlak dan salah satunya hendaklah dengan air tanah.

3) Najis Mutawassitah
Najis pertengahan yaitu selain najis mukhaffafah dan najis mughallazah. Cara menyucikannya jika ada ain, hendaklah dihilangkan ainnya itu dan segala sifatnya yaitu rasanya, baunya dan warnanya. Jika setelah dicuci didapati masih tidak hilang rasanya seperti kesat, hendaklah dicuci lagi hingga hilang rasa itu. Setelah itu jika tidak hilang juga, ia dimaafkan. Jika bau atau wama najis itu masih tidak hilang setelah dicuci dan digosok tiga kali, hukumnya adalah dimaafkan. Jika najis itu sudah tidak ada lagi ainnya dan tidak ada lagi sifatnya seperti air kencing yang sudah kering pada kain dan hilang sifatnya, cukuplah dengan dicucuri air pada tempat yang terkena najis itu (najis hukmi).
Adapun thaharah daripada najis dapat dilakukan dengan beberapa cara:
• Istinja, yaitu membasuh dubur dan qubul dari najis (kotoran) dengan menggunakan air yang suci lagi mensucikan atau batu yang suci dan benda-benda lain yang menempati kedudukan air dan batu, yang dilakukan setelah kita buang air.
• Memercikkan Air, yaitu memercikkan air ke bagian yang terkena najis kecil (mukhaffafah).
• Mencuci atau membasuh dengan air, yaitu dengan membasuh dengan air yang mengalir sampai pada bagian yang terkena najis sedang (mutawasithah) hilang tanda-tanda kenajisannya.
Menyamak,hal ini dilakukan untuk menyucikan diri dari najis berat.
Alat Thaharah
1). Air mutlak, yaitu air asli yang tidak tercampuri oleh sesuatu apa pun dari najis, berdasarkan dalil-dalil berikut.. Rasulullah saw. bersabda,“Air itu suci, kecuali bila sudah berubah aromanya, rasanya, atau warnanya karena kotoran yang masuk padanya.” (HR Al-Baihaqi. Hadis ini daif, namun mempunyai sumber yang sahih).
2) Tanah yang suci, atau pasir, atau batu, atau tanah berair. Rasulullah saw. bersabda, “Dijadikan bumi itu sabagai masjid dan suci bagiku.” (HR Ahmad). Tanah dijadikan sebagai alat thaharah jika tidak ada air, atau tidak bisa menggunakan air karena sakit, dan Karena sebab lain. Allah berfirman, ”…kemudian kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah kalian dengan tanah yang suci.” (An-Nisa: 43).
Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya tanah yang baik (bersih) adalah alat bersuci seorang muslim, kendati ia tidak mendapatkan air selama sepuluh tahun. Jika ia mendapatkan air, maka hendaklah ia menyentuhkannya ke kulitnya.” (HR Tirmizi, dan ia menghasankannya).
c. Mandi Wajib
Menurut lughat, mandi di sebut al- ghasl atau al- ghusl yang berarti mengalirnya air pada sesuatu. Sedangkan di dalam syara’ ialah mengalirnya air keseluruh tubuh disertai dengan niat. . Niat dianggap sah dengan berniat untuk mengangkat hadats besar, hadats , janabah, haidh, nifas, atau hadats lainnya dari seluruh tubuhnya, untuk membolehkannya shalat.
Apabila kamu berjinabat karena mengeluarkan air mani (31) atau bertemunya kedua persunatan (32) atau kamu hendak menghadiri shalat Jum'ah (33) atau kamu baru lepas dari haidl (34) atau nifas (35), maka hendaklah kamu mandi dan mulailah membasuh (mencuci) kedua tanganmu (36) dengan ikhlas niyatmu karena Tuhan Allah (37) lalu basuhlah (cucilah) kemaluanmu dengan tangan kirimu dan gosoklah tanganmu pada tanah atau apa yang menjadi gantinya (38) lalu berwudlulah sebagai yang tersebut di atas; kemudian ambillah air dan masukkanlah jari-jarimu pada pokok rambut dengan sedikit wangi-wangian (39), sesudah dilepaskan rambutnya (40). Dan mulailah pada sisi yang kanan (41), lalu tuangkan air ke atas kepalamu tiga kali, lalu ratakanlah atas badanmu semuanya (42), serta digosok (43), kemudian basuhlah (cucilah) kedua kakimu dengan mendahulukan yang kanan daripada yang kiri (44), dan janganlah berlebih-lebihan dalam menggunakan air (45)
Untuk kesempurnaan mandi, di sunatkan pula mengerjakan hal-hal berikut ini:
1. membaca basmalah serta niat
2. membasuh tangan sebelum memasukannya ke dalam bejana
3. bewudhu’ dengan sempurna sebelum memulai mandi
4. menggosok seluruh tubuh yang terjangkau oleh tangannya
6. mendahulukan menyiram bagian kanan dari tubuh
7. menyiram dan mengosok badan sebanyak- banyaknya tiga kali

d. Whudu’
Whudu’ Menurut lughat ( bahasa ), adalah perbuatan menggunakan air pada anggota tubuh tertentu. Dalam istilah syara’ wudhu’ adalah perbuatan tertentu yang dimulai dengan niat, kemudian membasuh muka, kedua tangan, kepala dan kedua kaki dengan air, untuk mensucikan diri kita dari hadats kecil.

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

Hadits Rasulullah SAW
artinya : Allah tidak menerima shalat seseorang kamu bila Ia berhadats, sampai Ia berwudhu’ “ ( HR Baihaqi, Abu Daud, dan Tirmizi )
Tata cara berwudhu’
Apabila kamu hendak berwudlu, maka bacalah :
"bismillahirrahmanirrahiem".(1) dengan mengikhlaskan niat karena Tuhan Allah (2) dan basuhlah telapak tanganmu tiga kali (3) gosoklah gigimu dengan kayu arok atau sesamanya (4), kemudian berkumurlah dan isaplah air dari telapak tangan sebelah dan berkumurlah; kamu kerjakan yang demikian tiga kali (5) dan sempurnakanlah dalam berkumur dan mengisap air itu, apabila kamu tidak sedang berpuasa (6); kemudian basuhlah mukamu tiga kali (7) dengan mengusap dua sudut matamu (8) dan lebihkanlah membasuhnya (9) dengan digosok (10) dan sela-selailah janmggutmu (11); kemudian basuhlah (cucilah) kedua tanganmu beserta kedua sikumu dengan digosok tiga kali (12) dan sela-selailah jari-jarimu (13), dengan melebihkan membasuh kedua tanganmu(14) mulai tangan kanan (15); lalu usaplah ubunmu dan atas surbanmu (16), dengan menjalankan kedua telapak tangan (17) dari ukung muka kepala sehingga tengkuk dan kembalikan lagi pada permulaan (18); kemudian usaplah kedua telingamu sebelah luarnya dengan dua ibu jari dan sebelah dalamnya dengan kedua telunjuk (19) lalu basuhlah kedua kakimu beserta kedua mata kaki dengan digosok tiga kali (20) dan sela-selailah jari-jari kakimu dengan melebihkan mambasuh keduanya (21) dan mulailah dari yang kanan (22) dan sempunakanlah membasuh kedua kaki itu (23). Kemudian ucapkan : " Asyhadu alla-Ila-ha illalla-h wahdahu la- syari-kalah, wa asyhadu anna Muhammadan 'abduhu- wa rasu-luh (24)
Wudhu dilakukan untuk menghilangkan hadats kecil ketika kita akan menunaikan shalat. Rasulullah saw menganjurkan ummatnya untuk selalu menjaga dan menyempurnakan wudhu-nya
Wudlu mempunyai keistimewaan, sebagaimana banyak hadits Rasulullah saw, di antaranya:
“Dan dari Anas ra, bahwa Rasululloh SAW bersabda:”Dengan perangai yg baik yg terdapat pada seorang laki2, Allah menyempurnakan segala amalnya dan dengan bersucinya untuk mengerjakan sholat, Allah menghapus dosa-dosanya, hingga bulatlah sholat itu menjadi pahala baginya.” (HR Abu Ya’la, Bazzar, dan Thabrani dalam Al Ausath)
“Dari Abu Hurairah ra, bahwa Rasululloh SAW bersabda:”Maukah aku tunjukkan padamu hal-hal dengan mana Allah menghapuskan dosa-doasa mu serta mengangkat derajatmu?” “Mau ya Rasululloh”,ujar mereka. “Menyempurnakan wudlu menghadapi segala kesusahan, dan sering melangkah mengunjungi masjid, serta menunggu sholat demi sholat. Nah, itulah dia perjuangan, perjuangan, sekali lagi perjuangan!” (HR Malik, Muslim, Turmudzi, dan Nasai)
2. Hukum Thaharah
a. Dalil Normatif Thaharah
Thaharah hukumnya wajib berdasarkan Alquran dan sunah. Allah Taala berfirman (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak mengerjakan salat, maka basuhlah muka kalian dan tangan kalian sampai dengan siku, dan sapulah kepala kalian, dan (basuh) kaki kalian sampai dengan kedua mata kaki.” (Al-Maidah: 6).

“Dan, pakaianmu bersihkanlah.” (Al-Mudatstsir: 4).
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Al-Baqarah: 222).
Rasulullah bersabda (yang artinya), “Kunci salat adalah bersuci.” Dan sabdanya, “Salat tanpa wudu tidak diterima.” (HR Muslim).
Rasulullah saw. Bersabda, “Kesucian adalah setengah iman.” (HR Muslim).


PENUTUP

1.Kesimpulan
Thaharah secara bahasa adalah bersih (nadlafah), suci (nazahah), terbebas (khulus) dari kotoran (danas). Menurut istilah ahli fiqh, thaharah adalah `, thaharah berarti mensucikan diri, pakaian dan tempat dari hadats dan najis, khususnya pada saat kita hendak shalat. Hukum thaharah adalah wajib.
Thaharah wajib hukumnya berdasarkan firman Allah dan hadits Nabi. Diantaranya : Q.S. 2,Al-Baqarah : 222, Al-ma’idah : 6, Al-Muddatstsir : 4, Dan beberapa dari hadits Nabi.
“Najis ada dua macam najis dengan kaitannya dengan cara membersihkannya, yaitu : Najis Mukhafaffah, Najis Mughallazah, dan Najis Mutawassitah.
Wudhu menjadi sah, jika dilakukan dengan memenuhi rukun-rukunnya wudhu, yaitu : Niat, Membasuh muka, membasuh tangan sampai dengan kedua sikut, mengusap kepala, membasuh kaki sampai dengan mata kaki, tertib : maksudnya adalah melaksanakannya, baik membasuh maupun mengusap anggota. Setiap mandi wajib maupun sunnah akan menjadi sah apabila dipenuhi rukun-rukunnya. Rukun-rukun mandi tersebut adalah : Niat, Membasuh seluruh anggota badan.

2.Saran
Dari beberapa penjelasan diatas ada saran yang ingin kami sampaikan, sebagai generasi islam yang turut menyumbang dalam pembangunan bangsa, sebaiknya kita memperhatikan dengan seksama masalah thaharah, karena karena itu kita dituntut untuk memahaminya agar praktik ibadah kita benar menurut ajaran syar’i.

DAFTAR PUSTAKA

Fatah,abdul Idris. 1990. ” Fiqh Islam Lengkap “. Rineka Cipta, Jakarta.
Sulaiman Rasjid, H. 1994.” Fiqih Islam’. Sinar Baru Algensindo.
Moh. Rifa’i, Drs.1976. ” Risalah Tuntunan Shalat Lengkap “. C.V. Toha Putra Semarang
http://4moslem.wordpress.com/2008/11/04/thaharah-dari-hadats-dan-najis/
http://anakciremai.blogspot.com/2008/05/fiqih-tentang-thaharah-bersuci_09.html
www.geocities.com
Minhajul Muslim, Abu Bakar Jabir Al-Jazairi ..

Category: | 0 Comments

BAB I
PENDAHULUAN

Sejarah adalah kejadian dan peristiwa yang benar-benar terjadi pada masa yang lampau atau peristiwa penting yang benar-benar terjadi (Poerwadarminto,1992:887). Definisi ini lebih menekankan pada materi peristiwa tanpa mengaitkan dengan aspek yang lainnya. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas, sejarah adalah gambaran masa lalu tentang aktivitas kehidupan manusia sebagai makhluk sosial yang disusun berdasarkan fakta dan interpretasi terhadap objek peristiwa masa lampau (Gazalba,1981:2).
Sejarah Islam adalah berbagai peristiwa atau kejadian yang benarbenar terjadi yang berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan Islam dalam berbagai aspek. Dalam kaitan ini, maka muncullah berbagai istilah yang biasanya digunakan untuk sejarah itu, di antaranya: Sejarah Islam, Sejarah Kebudayaan Islam, Sejarah Peradaban Islam dan Sejarah Pendidikan Islam (Abuddin Nata,2000:315).
Pendidikan adalah suatu proses pengubahan tingkah laku seseorang ataupun kelompok orang dalam usaha ,mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan peatihan (Kamus Besar Bahasa Indonesia). Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara sadar dan terencana dalam upaya mewujudkan suasana kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan dirinya dalam memperoleh nilai-nilai spiritual, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan-keterampilan yang sangat diperlukan bagi dirinya masyarakat, bangsa dan Negara.


BAB II
PENGERTIAN, SEJARAH, OBJEK, MANFAAT, METODE,
DAN ILMU-ILMU YANG BERKAITAN DENGAN SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM

1. Pengertian Sejarah Pendidikan Islam
Kata sejarah dalam bahasa Arab di sebut Tarikh yang menurut bahasa berarti ketentuan masa. Sedang menurut istilah berarti “ketetrangan yang telah terjadi di kalangannya pada masa yang telah lampau atau pada masa yang masih ada. Dalam bahasa Inggris disebut History yang berarti: pengalaman masa lampau daripada umat manusia (the past experience of mankind). Sedangkan pengertian Sejarah Pendidikan Islam (Tarihut Tarbiyah Islamiyah) sebagai berikut:
1. Catatan peristiwa tentang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam sejak lahirnya hingga sekarang ini.
2. Satu cabang ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan islam, baik dari segi gagasan atau ide-ide, konsep, lembaga maupun operasionalisasi sejak zaman Nabi Muhammad SAW hingga sekarang ini. 1
2. Objek Sejarah Pendidikan Islam
Objek Sejarah Pendidikan Islam mencakup fakta-fakta yang berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam baik informal, formal, maupun non-formal. Sejalan dengan peranan Agama Islam sebagai dakwah menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran, menuju kehidupan yang sejahtera lahir dan bathin (material dan spiritual), namun sebagai cabang ilmu pengetahuan, objek sejarah pendidikan islam umumnya tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan dalam objek-objek sejarah pendidikan, seperti mengenai sifat-sifat yang dimilikinya, dengan kata lain bersifat menjadi “sejarah sebagai subjek”. 2
3. Metode Sejarah Pendidikan Islam
Mengenai metode yang dipergunakan dalam rangka penggalian maupun penulisan Sejarah Pendidikan Islam itu sendiri ada beberapa macam, untuk penggalian sejarah umumnya metode yang dipakai adalah:
1. Metode lisan; dengan metode ini pelacakan suatu objek sejarah dengan menggunakan interview.
2. Metode Observasi; dalam hal ini objek sejarah diamati secara langsung.
3. Metode Dokumenter; dimana dengan metode ini berusaha mempelajarinya secara cermat dan mendalam segala catatan atau dokumen tertulis.
Sedangkan dalam rangka penulisan Sejarah Pendidikan Islam metode yang biasa digunakan adalah:
1. Metode deskriptif
Dengan metode ini ditunjukan untuk menggambarkan adanya pendidikan islam tersebut, maksudnya ajaran islam sebagai agama samawi yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW dalam kitab suci Al-Qur’an dan al-Hadits terutama yang berhubungan dengan pengertian pendidikan yang harus diuraikan sebagai mana adanya, dengan tujuan untuk memahami makna yang terkandung dalam sejarah tersebut.
2. Metode komparatif
Metode ini berusaha membandingkan sebuah perkembangan pendidikan islam dengan lembaga-lembaga islam lainya. Dengan metode ini dimaksudkan bahwa ajaran-ajaran islam tersebut dikomparasikan dengan fakta-fakta yang terjadi dan berkembang dalam waktu serta tempat-tempat tertentu untuk mengetahui adanya persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan tertentu, sehingga demikian diketahui pula adanya garis-garis tertentu yang menghubungkan pendidikan islam dengan pendidikan yang dibandingkan.
3. Metode analisis sintesis.
Yaitu dengan melihat sosok pendidikan islam secara lebih kritis, ada analisis dan bahasan yang luas serta ada kesimpulan yang spesifik, dengan demikian akan tampak kelebihan dan kekhasan pendidikan islam. Hal itu akan lebih jelas dengan adanya pendekatan sintesis yang dimaksudkan untuk memperoleh kesimpulan yang diambil guna memperoleh suatu keutuhan dan kelengkapan kerangka pencapaian tujuan serta manfaat penulisan Sejarah Pendidikan Islam. 3
4. Manfaat mempelajari Sejarah Pendidikan Islam.
Ada dua manfaat dalam studi Sejarah Pendidikan Islam, yaitu:
1. Yang bersifat umum;
Sejarah Pendidikan Islam mempunyai kegunaan sebagai factor keteladanan, kenyataan ini sejalan dengan apa yang tersurat dan tersirat pada firman Allah SWt, yaitu:
1. Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada teladan yang baik bagi kamu sekalian (QS. Al-Ahzab : 21)
2. Katakana olehmu (Muhammad) jika kamu sekalian cinta kepada Allah, maka hendaklah ikut akan daku, niscaya Allah cinta kepada kamu (QS. Ali Imran : 31)
3. Dan hendaklah kamu mengikuti akan di (Muhammad) supaya kamu mendapat petunjuk (QS. Al-A’raf : 158)
Berdasarkan ayat Al-Qur’an diatas, kita umat islam dapat meneladani proses pendidikan Islam sejak zaman Rasulullah Muhammad SAW hingga perkembangan selanjutnya sampai sekarang.
2. Yang bersifat khusus (Akademis);
Kegunaan Sejarah Pendidikan Islam selain memberikan perbendaharaan perkembangan ilmu pengetahuan (teori dan praktik), juga untuk menumbuhkan perspektif baru dalam rangka mencari relevansi pendidikan Islam terhadap segala bentuk perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi, adapun manfaat lainya yaitu:
1. Mengetahui dan memahami pertumbuhan dan perkembangan pendidikan Islam, sejak zaman lahirnya sampai masa sekarang.
2. Mengambil manfaat dari proses pendidikan Islam guna memecahkan problematika pendidikan Islam pada masa kini.
3. Memiliki sikap positif terhadap perubahan-perubahan system pendidikan Islam.
Selain itu pendidikan Islam akan mempunyai kegunaan dalam rangka pembangunan dan pengembangan pendidikan Islam dalam hal ini Sejarah Pendidikan Islam akan memberikan arah kemajuan yang pernah dialami dan dinamisenya sehingga pembangunan dan pengembangan itu tetap berada dalam kerangka pandangan yang utuh dan mendasar. 4
5. Ilmu-ilmu yang berkaitan dengan Sejarah Pendidikan Islam.
Sejarah Pendidikan Islam bukanlah ilmu yang berdiri sendiri, ia merupakan bagian dari sejarah pendidikan secara umum. sejarah pendidikan menguraikan perkembangan pendidikan dari dahulu hingga sekarang. Karena itu Sejarah Pendidikan Islam erat kaitanya dengan ilmu-ilmu lain, seperti:
1. Sosiologi
Kita bisa menyaksikan bahwa interaksi yang terjadi, baik antar individu maupun antar golongan, dimana dalam hal ini menimbulkan suatu dinamika. Dinamika dan perubahan tersebut bermuara pada terjadinya mobilitas social, semua itu berpengaruh pada system pendidikan Islam serta kebijaksanaan Pendidikan Islam yang dijalankan pada suatu masa.
2. Ilmu Sejarah
Karena ia membahas tentang perkembangan peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian penting di masa lampau, dan juga di bahas sebagai ihwal “orang-orang besar” dalam struktur kekuasaan dan politik, karena umumnya orang-orang besar cukup dominan pengaruhnya dalam menentukan system, materi, tujuan pendidikan yang berlaku pada masa itu.
3. Sejarah Kebudayaan
Sejarah pendidikan merupakan bagian sejarah kebudayaan umat manusia, karena mendidik itu berarti pula suatu usaha untuk menyerahkan atau mewariskan kebudayaan. Dalam hal ini pendidikan berarti pemindahan isi kebuayaan untuk menyempunakan segala kecakapan anak didik guna menghadapi persoalan-persoalan dan harapan-harapan kebudayaan.
Begitu juga dengan Sejarah Pendidikan Islam, kita mengetahui bahwa pendidikan Islam adalah usaha mewariskan nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Oleh karena itu mempelajari sejarah kebuadayaan dalam rangka memahami sejarah Islam adalah sangat penting. 5
6. Periodisasi Sejarah Pendidikan Islam.
Sejarah Pendidikan Islam pada hakikatnya tidak terlepas dari sejarah Islam. Oleh sebab itu periodisasi Sejarah Pendidikan Islam dapat berada dalam peride-periode sejarah Islam itu sendiri. Secara garis besar Harun Nasution membagi sejarah Islam kedalam tiga periode, yaitu periode klasik, pertengahan dan modern. Kemudian perincianya dapat dibagi menjadi 5 masa, yaitu:
1. Masa hidupnya Nabi Muhammad SAW (571-632 M)
2. Masa khalifah yang empat (khulafaur Rasyidin; Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali; 632-661)
3. Masa kekuasaan Umayah di Damaskus (661-750 M)
4. Masa kekuasaan Abbasiyah di Baghdad (750-1250 M)
5. Masa dari jatuhnya kekuasaan khalifah di Baghdad tahun 1250 M sampai sekarang.
Adapun periodisasi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Fase datangnya Islam ke Indonesia.
2. Fase pengembangan dengan melalui proses adaptasi
3. Fase berdirinya kerajaan-kerajaan Islam (proses politik)
4. Fase kedatangan orang Barat (zaman Penjajahan)
5. Fase penjajahan Jepang
6. Fase Indonesia merdeka
7. Fase pembangunan 6

Category: | 1 Comment